13 Puisi Terbaik Karya Chairil Anwar Paling Fenomenal

Salah satu penyair dan penulis puisi terbaik negeri ini yang banyak melahirkan puisi-puisi indah adalah Chairil Anwar. Beliau adalah penyair papan atas Indonesia yang kepiawaiannya dibidang karya sastra telah diakui oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia.

Siapa yang tak kenal dengan Pujangga besar seperti Chairil Anwar ini, dia adalah penyair ternama angkatan 45 yang juga pelopor puisi modern Indonesia. Karya-karyanya telah banyak dikenal dan diterbitkan menjadi buku-buku populer.

Chairil Anwar adalah pujangga berdarah melayu yaitu Minangkabau,  dia lahir di Medan pada 26 Juli 1922 dan pada umur 26 tahun di sudah dijuluki sebagai “Binatang Jalang” berkat karya puisinya yang berjudul “AKU” dan masih populer hingga saat ini.

Chairil Anwar sedikitnya telah berhasil membuat 96 karya, termasuk juga 70 puisi. Chairil Anwar bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, oleh HB. Jassin dinobatkan sebagai pelopor Angkatan “45 sekaligus pelopor puisi modern Indonesia.

Tahun 1940 Chairil Anwar bersama Ibunya memutuskan pindah ke Batavia (sekarang Jakarta), di Batavia inilah dia mulai menggeluti dunia sastra. Singkatnya, pada tahun 1942 ia bisa mempublikasikan puisi pertamanya, dan Chairil terus menulis. Puisinya kini lebih  menyangkut berbagai tema, mulai dari tentang pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme, hingga tak jarang ia membuat puisi tentang multi-interpretasi.

Namanya begitu harum dikalangan dunia sastra Indonesia. Dia sangat genius dan piawai mengolah kata kata dalam bentuk puisi yang indah dan bermakna.

Diantara puisi-puisi karyanya yang terbaik dan banyak disukai hingga kini adalah berikut ini:

Puisi-Puisi Terbaik Karya Chairil Anwar

Puisi Chairil Anwar terbaik berjudul AKU

AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943


YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

1949


SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

SAJAK PUTIH
buat tunanganku Mirat

Bersandar pada tari warna pelangi
kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku

hidup dari hidupku, pintu terbuka
selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah...

Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku...

1944

Puisi Ptajurit Jaga Malam oleh Chairil Anwar

PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

1948


Siasat,
Th III, No. 96
1949


Puisi Diponegoro Karya Chairil Anwar

DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

Puisi Chairil Anwar berjudul Derai derai Cemara

DERAI DERAI CEMARA

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949


CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

~ 1946 ~


NISAN

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta.

~ Chairil Anwar ~



RUMAHKU

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Kaca jernih dari segala nampak

Kulari dari gedung lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan 

Kemah kudirikan ketika senjakala
Dipagi terbang entah kemana

Rumahku dari unggun-unggun sajak
Disini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
jika menagih yang satu

April 1943 
~  Chairil Anwar ~


PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

1948 
_#Chairil Anwar#_



SELAMAT TINGGAL

Aku berkaca

Ini muka penuh luka
Siapa punya ?

Kudengar seru menderu
dalam hatiku
Apa hanya angin lalu ?

Ah….

Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta

Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal…!
Selamat tinggal..!


~ Puisi karya Chairil Anwar ~



PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi 
Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943 

Oleh : Chairil Anwar


13 Karya puisi terbaik Chairil Anwar diatas merupakan puisi yang terkenal dan masih populer hingga saaat ini. Puisi tersebut menyimpan banyak arti dan syarat makna untuknya. Karya puisinya selalu menrik untuk dibaca dengan bahasa yang lugas sesuai ciri khasnya namun tetap mengena isinya, itulah ia Chairil Anwar sang penyair besar Indonesia.