2 Puisi Gus Mus (Mustofa Bisri) Paling Mengena Dihati
KH. Mustofa Bisri atau lebih akrab dipanggil Gus Mus adalah salah seorang Kiyai dan ulama besar yang ada di Indonesia dan juga merupakan penyair yang memiliki kharisma yang luar biasa. Beliu merupakan pimpinan Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang dan juga menjadi RAIS AAM PBNU hingga saat ini.
Gus Mus merupakan putra dari Kyai Bisri Mustofa dari Rembang, Jawa Tengah. Banyak puisi dan syairnya yang mengandung pesan moral serta nasehat yang dalam dan memberikan pencerahan rohani kepada siapapun yang membaca serta menghayatinya.
Puisi Gus Mus juga telah banyak digemari oleh kalangan pecinta syair dan puisi serta karya sastra. KH. Mustofa Bisri atau yang lebih akrab dipanggil Gus Mus ini sebagai kiyai sekaligus budayawan kondang dan kharismatik, berasal dari Rembang dan tinggal di Desa leteh, Kecamatan Rembang, jawa Tengah, Indonesia.
Selain puisi dan juga cerpen, Gus Mus juga piawai dalam melukis kaligrafi, dan juga telah banyak mengarang buku-buku yang sudh terbit dan dibaca banyak orang di Indonesia.
Ngomongin tentang puisi, disamping puisi lainya, ada dua karya puisi beliau yang paling admin anggap paling mengena yaitu puisi berjudul Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana dan juga Di Taman Pahlawan.
Dan untuk sahabat berikut ini kata super bagikan puisi Gus Mus paling fenomenal dan mengena dihati, isi pesan yang disampaikan beliau dalm puisi ini sangat dalam dan tentu akan membuat siapapun yang membacanya sadar dan tercerahkan.
KAU INI BAGAIMANA ATAU AKU HARUS BAGAIMANA
Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
-1987-
~ Mustofa Bisri ~
DI TAMAN PAHLAWAN
Karya : KH. Mustofa Bisri
Di taman pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincang-
bincang tentang keberanian dan perjuangan.
Mereka bertanya-tanya apakah ada yang mewariskan semangat
perjuangan dan pembelaan kepada yang
ditinggalkan
Ataukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan ini
sudah tinggal menjadi dongeng dan slogan ?
banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkan
dengan perasan malu dan sungkan
Tokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa mereka
kemari karena menyangka mereka juga pejuang-
pejuang pemberani. Lalu menyesali diri mereka sendiri yang dulu
terlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagah
berani tanpa mengindahkan nurani.
(Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat mereka
lebih tertekan)
Apakah ini yan namanya siksa kubur ?
tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takabur
Tapi kalau kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan ini
akan sepi penghuni, kata yang lain menghibur.
Tiba-tiba mereka mendengar Marsinah.
Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan,
yang betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan,
begitu girang menunggu salvo ditembakkan dan genderang
penghormatan ditabuh lirih mengiringi kedatangan
wanita muda yang gagah perkasa itu
Di atas, Marsinah yang berkerudung awan putih
berselendang pelangi tersenyum manis sekali :
maaf kawan-kawan, jasadku masih dibutuhkan
untuk menyingkapkan kebusukan dan membantu mereka
yang mencari muka.
kalau sudah tak diperlukan lagi
biarlah mereka menanamkannya di mana saja di persada ini
sebagai tumbal keadilan atau sekedar bangkai tak berarti
(1441)
Selain du puisi tersebut diatas, masih banyak karya puisi Gus Mus yang tidak kalah indah dan mengena dihati. Namun untuk kali ini dua puisi tersebutlah yang dapat kata super bagikan untuk sahabat pecinta puisi.